5 & 6 Struktur Produksi,
Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
1.Struktur Produksi
Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang
menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi
produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur
produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi
kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi
nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi
nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi
struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari
dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan
struktur produksi dapat terjadi karena :
- Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
- Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
- Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan
jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri.
Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir
Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi
sektor primer menuju sektor sekunder.
Manfaat GDB :
-Dapat mengetahui dengan segera apakah perekonomian
mengalami pertumbuhan atau tidak.
-Menghitung perubahan harga.
Keterbatasan
GDB :
-Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran.
-Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
-GDB perkapita dan masalah produk
2.Pendapatan Nasional
·
Pendapatan Nasional merupakan jumlah seluruh
pendapatan yang diperoleh sebagai hasil dari proses menghasilkan arang dan atau
jasa yang meliputi: upah dan gaji, bunga, modal, sewa atas barang modal
termasuk rumah serta keuntungan atau laba.
·
Pendekatan produksi (GDP)
Kita misalkan
perekonomian hanya mempunyai satu sektor saja, misalnya sektor kegiatan yang
berkaitan dengan produksi gandum. Seandainya seorang petani menghasilkan gandum
dan dijual dengan harga Rp.50 kemudian gandum di proses menjadi tepung terigu,
dan setelah menjadi tepung terigu itu dibeli seorang pengusaha roti dan diolah
menjadi satu potong roti lalu dijual dengan harga Rp.100. pendapatan yang
ditimulkan dari kegiatan ini adalah RP.100 yang merupakan nilai produksi akhir.
Kalau dilihat dari nilai tambah, maka dengan anggapan petani gandum tidak
mengeluarkan biaya, berarti ada nilai tambah sebesar Rp.50. pengusaha tepung terigu mendapatkan gandum dengan harga
Rp.50. apabila nilai dari tepung terigu tersebut seesar Rp.75 maka dari
usahanya ada nilai tambah dalam produksi tersebut sebesar Rp.75 dikurangi
dengan Rp.50 atau sama dengan Rp.25. kemudian pengusaha roti membuat roti dengan
menggunakan tepung terigu sebagai bahan dengan harga Rp. 75 dan dapat menjual
roti dengan harga Rp.100. ini berarti ada nilai tambah dalam pembuatan roti
sebesar Rp.100-Rp.75=Rp.25. jadi secara keseluruhan nilai tambah yang
diciptakan dari semua kegiatan di atas adallah Rp.50 + Rp,25 + Rp.25 = Rp.100.
Sebagai catatan,
nilai tambah bukanlah nilai produksi dikuerangi dengan nilai seluruh biaya. Kalau
ini kita lakukan maka jumlah tersebut bukan merupakan nilai tambah melainkan
hanya merupakan laa saja. Kita harus ingat bahwa pendapatan itu adalah
penjumlahan dari upah, gaji, sewa, bunga dan laba. Oleh karena itu jumlah nilai
tambah sesungguhnya sama dengan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga
pasar. Setelah PDB atas dasar harga pasar dikurangi dengan penyusutan sama
dengan produk domestik neto atas dasar harga pasar: dan bila ini dikurangi lagi
dengan pajak tidak langsung sama dengan produk domestik neto atas dasar harga
faktor produksi (PDN) atau disebut pula pendapatan nasional.
·
Pendekatan Pengeluaran (GNP)
Dalam hal ini
kita menjumlahkan pengeluaran semua unit-unit ekonomi yang ada dalam
perekonomian. Ada 4 macam unit ekonomi yang kita punya yaitu: rumah tangga,
perusahaan, pemerintah dan luar negri. Masing-masing unit melakukan
pengeluaran. Rumah tangga pengeluarannya disebut konsumsi (C), perusahaan
pengeluarannya disebut investasi (I), pemerintah pengeluarannya disebut
pengeluaran pemerintah (G) sedangakan luar negri pengeluarannya merupakan
selisih anatara ekspor dan impor (X-M). Dengan pendekatan pengeluaran ini,
produk domestik bruto meruapakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi.
·
Pendekatan Pendapatan (NI)
Dengan pendeketan
ini sebenarnya kita hanya menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh
masing-masing individu yang terlibat dalam suatu kegiatan produksi. Misalnya dalam
contoh di sini petani menerima upah, pengusaha tepung terigu dan pengusaha roti
menerima laba. Jagi pendekatan pendapatan ini sama saja dengan penjumlahan dari
upah dan gaji, bunga, sewa, laba. Apabila pendapatan nasional ini ditambah
dengan pajak tak langsung dan penyusutan, maka akan sama dengan produk domestik
bruto (PDB).
·
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Y disposible)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan
yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan
selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income
(PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak
yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung
ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
3.Distribusi
Pendapatan Nasional & Kemiskinan
Masalah besar
yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi
pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari
munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut
akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan
konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik. Masalah kesenjangan
pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang,
namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya
terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka
kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi
oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka
kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju
menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative
kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu
sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah
ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi
permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan. Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan. Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
Referensi :
Dr. M.
Suparmoko, MA. Pengantar Ekonomika Makro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar