Kamis, 03 Mei 2012

5 & 6 Struktur Produksi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan


5 & 6 Struktur Produksi, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan

1.Struktur Produksi
Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
  • Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
  • Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
  • Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.
Manfaat GDB :
-Dapat mengetahui dengan segera apakah perekonomian mengalami pertumbuhan atau tidak.
-Menghitung perubahan harga.
Keterbatasan GDB  :
-Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran.
-Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
-GDB perkapita dan masalah produk

2.Pendapatan Nasional
·         Pendapatan Nasional merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diperoleh sebagai hasil dari proses menghasilkan arang dan atau jasa yang meliputi: upah dan gaji, bunga, modal, sewa atas barang modal termasuk rumah serta keuntungan atau laba.
·         Pendekatan produksi (GDP)
Kita misalkan perekonomian hanya mempunyai satu sektor saja, misalnya sektor kegiatan yang berkaitan dengan produksi gandum. Seandainya seorang petani menghasilkan gandum dan dijual dengan harga Rp.50 kemudian gandum di proses menjadi tepung terigu, dan setelah menjadi tepung terigu itu dibeli seorang pengusaha roti dan diolah menjadi satu potong roti lalu dijual dengan harga Rp.100. pendapatan yang ditimulkan dari kegiatan ini adalah RP.100 yang merupakan nilai produksi akhir. Kalau dilihat dari nilai tambah, maka dengan anggapan petani gandum tidak mengeluarkan biaya, berarti ada nilai tambah sebesar Rp.50. pengusaha  tepung terigu mendapatkan gandum dengan harga Rp.50. apabila nilai dari tepung terigu tersebut seesar Rp.75 maka dari usahanya ada nilai tambah dalam produksi tersebut sebesar Rp.75 dikurangi dengan Rp.50 atau sama dengan Rp.25. kemudian pengusaha roti membuat roti dengan menggunakan tepung terigu sebagai bahan dengan harga Rp. 75 dan dapat menjual roti dengan harga Rp.100. ini berarti ada nilai tambah dalam pembuatan roti sebesar Rp.100-Rp.75=Rp.25. jadi secara keseluruhan nilai tambah yang diciptakan dari semua kegiatan di atas adallah Rp.50 + Rp,25 + Rp.25 = Rp.100.
Sebagai catatan, nilai tambah bukanlah nilai produksi dikuerangi dengan nilai seluruh biaya. Kalau ini kita lakukan maka jumlah tersebut bukan merupakan nilai tambah melainkan hanya merupakan laa saja. Kita harus ingat bahwa pendapatan itu adalah penjumlahan dari upah, gaji, sewa, bunga dan laba. Oleh karena itu jumlah nilai tambah sesungguhnya sama dengan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga pasar. Setelah PDB atas dasar harga pasar dikurangi dengan penyusutan sama dengan produk domestik neto atas dasar harga pasar: dan bila ini dikurangi lagi dengan pajak tidak langsung sama dengan produk domestik neto atas dasar harga faktor produksi (PDN) atau disebut pula pendapatan nasional.
·         Pendekatan Pengeluaran (GNP)
Dalam hal ini kita menjumlahkan pengeluaran semua unit-unit ekonomi yang ada dalam perekonomian. Ada 4 macam unit ekonomi yang kita punya yaitu: rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negri. Masing-masing unit melakukan pengeluaran. Rumah tangga pengeluarannya disebut konsumsi (C), perusahaan pengeluarannya disebut investasi (I), pemerintah pengeluarannya disebut pengeluaran pemerintah (G) sedangakan luar negri pengeluarannya merupakan selisih anatara ekspor dan impor (X-M). Dengan pendekatan pengeluaran ini, produk domestik bruto meruapakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi.
·         Pendekatan Pendapatan (NI)
Dengan pendeketan ini sebenarnya kita hanya menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh masing-masing individu yang terlibat dalam suatu kegiatan produksi. Misalnya dalam contoh di sini petani menerima upah, pengusaha tepung terigu dan pengusaha roti menerima laba. Jagi pendekatan pendapatan ini sama saja dengan penjumlahan dari upah dan gaji, bunga, sewa, laba. Apabila pendapatan nasional ini ditambah dengan pajak tak langsung dan penyusutan, maka akan sama dengan produk domestik bruto (PDB).
·         Pendapatan yang siap dibelanjakan (Y disposible)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.

3.Distribusi Pendapatan Nasional & Kemiskinan
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik. Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan. Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.
Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.

Referensi :
Dr. M. Suparmoko, MA. Pengantar Ekonomika Makro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar